Berjalan di tengah taman yang terasa seperti dunia masa depan, pepohonan raksasa setinggi gedung apartemen, kubah kaca berukuran stadion, dan sistem teknologi yang membuat tanaman dari berbagai iklim dunia tumbuh subur di kawasan tropis. Inilah Gardens by the Bay, ikon lanskap modern Singapura yang bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga laboratorium raksasa bagi inovasi arsitektur, teknik sipil, dan teknologi ramah lingkungan.
SuperTree: Struktur Baja yang Meniru Kehidupan
Simbol paling mencolok dari Gardens by the Bay adalah Supertree Grove. Dengan ketinggian antara 25 hingga 50 meter, struktur ini bukanlah pepohonan sungguhan, melainkan rangka baja berlapis panel yang dirancang menyerupai kanopi pohon tropis. Dari sisi teknis, Supertree berfungsi sebagai menara multifungsi, menopang panel fotovoltaik untuk menghasilkan energi surya, menampung air hujan, serta menjadi cerobong ventilasi pasif bagi sistem pendinginan di area taman.
Material utama penyusunnya adalah struktur baja tubular dengan lapisan panel baja ringan sebagai “batang” pohon. Bagian “mahkota” Supertree menggunakan sistem rangka radial yang mampu menopang beban panel surya dan tanaman rambat. Dalam hal rekayasa, tantangan terbesarnya adalah memastikan stabilitas angin, mengingat struktur terbuka ini harus tahan terhadap badai tropis dengan kecepatan angin mencapai lebih dari 90 km/jam. Menurut insinyur dari Atelier One, firma yang merancang struktur Supertree, “Kami ingin menciptakan pohon yang bukan sekadar ikon visual, tetapi juga infrastruktur ekologis yang bekerja layaknya mesin hidup.”
![Supertree berfungsi sebagai menara multifungsi. [gardensbythebay]](https://industrikonstruksi.com/wp-content/uploads/2025/09/Lanskap-2-1024x576.jpeg)
Kubah Bioklimatik: Cloud Forest & Flower Dome
Gardens by the Bay juga menampilkan dua kubah kaca raksasa Flower Dome (1,2 hektar) dan Cloud Forest (0,8 hektar). Dari perspektif konstruksi, kedua kubah ini menjadi pencapaian luar biasa dalam rekayasa struktur bebas kolom. Rangka baja yang melengkung dibuat dengan sistem grid shell, memungkinkan bentang luas tanpa pilar internal sehingga pengunjung bisa merasakan ruang terbuka sepenuhnya.
Tantangan utamanya adalah pengendalian iklim mikro. Flower Dome mempertahankan suhu 23–25°C untuk mendukung vegetasi Mediterania, sedangkan Cloud Forest membutuhkan suhu 17–23°C untuk menghadirkan suasana pegunungan tropis lembap. Pendinginan dilakukan dengan sistem chilled water pipes di bawah lantai, serta kaca ganda berlapis film yang memantulkan panas matahari tetapi tetap meneruskan cahaya alami. Seperti dijelaskan oleh Andrew Grant dari Grant Associates, arsitek lanskap utama proyek ini.“Kami ingin menghadirkan hutan dari seluruh dunia ke dalam iklim tropis Singapura, dengan cara yang efisien dan ramah lingkungan. Teknologi menjadi kunci agar keajaiban ini tetap berfungsi.”
![Menghadirkan dua kubah kaca raksasa Flower Dome [viator]](https://industrikonstruksi.com/wp-content/uploads/2025/09/Lanskap-3.jpeg)
Teknologi Berkelanjutan: Energi, Air, dan Material
Gardens by the Bay dirancang sebagai prototipe kota berkelanjutan. Sistem energi terbarukan berasal dari panel surya pada Supertree, sementara sistem CHP (Combined Heat and Power) menghasilkan listrik dari biomassa kayu sisa pertanian. Air hujan ditampung melalui sistem drainase di akar buatan Supertree dan dipakai kembali untuk irigasi serta pendinginan.
Dari sisi material, banyak bagian menggunakan baja tahan korosi, beton mutu tinggi untuk pondasi Supertree, serta kaca low-E untuk dinding kubah. Semua pilihan material mengikuti prinsip life cycle cost (LCC), memastikan efisiensi jangka panjang dalam pemeliharaan. Dalam wawancara resmi, perwakilan National Parks Board (NParks) Singapura menyebut: “Gardens by the Bay adalah bukti bahwa ruang publik bisa menjadi laboratorium keberlanjutan yang nyata, bukan sekadar simbol.”
Relevansi bagi Industri Konstruksi
Bagi dunia konstruksi, Gardens by the Bay bukan sekadar taman futuristik, tetapi studi kasus nyata tentang integrasi arsitektur, rekayasa, dan teknologi berkelanjutan. Proyek ini menunjukkan bahwa infrastruktur publik dapat menjadi laboratorium teknik sipil, bagaimana bentang struktur besar diatasi dengan grid shell, bagaimana manajemen energi dicapai melalui integrasi panel surya, dan bagaimana arsitektur lanskap bisa berperan sebagai mesin ekologis di tengah kota padat.
Dalam konteks Indonesia, Gardens by the Bay bisa menjadi inspirasi untuk pengembangan ruang publik perkotaan. Dengan tantangan iklim tropis yang serupa, teknologi pendinginan pasif, sistem pengumpulan air hujan, dan integrasi energi terbarukan bisa diterapkan pada taman kota, bandara, atau kawasan hunian terpadu. Seperti diingatkan Grant Associates: “Masa depan kota-kota tropis ada pada kemampuannya menyatu dengan alam, bukan melawannya.” [ikon]